kumpulan makalah : Pendidikan Kewarganegaraan
jurusan : PAI IAIN ANTASARI Banjarmasin 2011
kelas : A
Dosen Pengampu : H. Rustam Nawawi, S.Ag, M.Pd.I
KELOMPOK I
Identitas Nasional Pluralitas Bangsa Yang Menjadi Budaya, Suku,
Agama Dan Bahasa
PENDAHULUAN
Sebelum menjelaskan identitas nasional, terlebih dahulu dijelaskan
apa itu identitas. Dilihat dari segi bahas bahwa identitas itu berasal dari
bahasa inggris yaitu “ identity” yang dapat diartikan sebagai ciri- ciri,
tanda- tanda atau jati diri. Ciri- ciri itu adalah sesuatu yang menandai suatu
benda atau orang. Ada ciri- cirri fisik dan non fisik. Orang cina mempunyai
ciri fisik tersendiri, misalnya mempunyai mata sipit, kulitnya putih. Orang
irian atau papua juga mempunyai ciri fisik tersendiri misalnya kulitnya hitam.
Identity sering
di Insonesiakan menjadi identitas atau jati diri. Jadi, identity atau identitas
atau jati diri, dapat memiliki dua arti : pertama, identitas atau
jati diri yang menunjukkan pada ciri-ciri yang melekat pada diri seseorang atau
sebuah benda, dan yang kedua, identitas atau jati diri dapat
berupa surat keterangan yang dapat menjelaskan pribadi seseorang dan riwayat
hidup seseorang.
Dalam makalah
ini pemakalah akan membahas tentang identitas nasional, pluralitas bangsa yang
menjadi budaya, suku, agama dan bahasa. Meliputi pembahasan pengertian identitas
nasional, unsur-unsur pembentukan nasional, nasionalisme, perlunya integritas
nasional.[1]
PEMBAHASAN
A.
IDENTITAS
NASIONAL
Pengertian
identitas nasional
Kata identitas berasal dari
bahasa inggris Identity yang memiliki pengertian harfiah ciri- ciri,
tanda- tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang
membedakannya dengan yang lain. Dalam term antropologi, identitas adalah sifat
khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri,
golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau Negara sendiri.
Sedangkan kata nasional merupakan
identitas yang melekat pada kelompok- kelompok yang lebih besar yang diikat
oleh kesamaan- kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama dan bahasa maupun non
fisikspr keinginan, cita- cita dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah
yang kemudian disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional
yang pada akhirnya melahirkan tindakankelompok ( collective action) yang
diwujudkan dalam bentuk organisasiat pergerakan- pergerakan yang diberi
atribut- atribut nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari
kemunculan konsep nasionalisme.
1.
Pengertian umum
nasionalisme
Dalam perkembangan peradaban
manusia, interaksi sesama manusia berubah menjadi bentuk yang lebih kompleks
dan rumit. Dimulai dari tumbuhnya kesadaran untuk menentukan nasib sendiri
dikalangan bangsa- bangsa yang tertindas kolonialisme dunia, seperti Indonesia
salah satunya, hingga melahirkan semangat untuk mandiri dan bebas menentukan
masa depannya sendiri.
Dalam situasi perjuangan merebut
kemerdekaan, dibutuhkan suatu konsep sebagai dasar pembenaran rasional dari
tuntutan terhadap penentuan nasib sendiri yang dapat mengikat keikutsertaan
semua orang atas nama sebuah bangsa. Dasar pembenaran tersebut, selanjutnya
mengkristal dalam konsep paham ideology kebangsaan yang biasa disebut dengan
nasionalisme. Dari sanalah kemudian lahir konsep- konsep turunannya seperti
bangsa ( nation), Negara ( state), dan gabungan keduanya menjadi
konsep Negara- Negara ( nation state) sebagai komponen- komponen yang
,membentuk identitas nasional atau kebangsaan.
Mengacu pada awal tumbuhnya
nasionalisme secara umum, maka nasionalisme dapat dikatakan sebagai sebuah situasi
kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada
Negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat
efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkraman
colonial. Semangat nasionalisme dihadapkan secara efektif oleh para penganutnya
dan dipakai sebagai metode perlawanan dan alat identifikasi untuk mengetahui
siapa lawan dan kawan. Seperti disimpulkan oleh Larry Diamond dan Marc F.
Plattner, para penganut nasionalisme dunia ketiga secara khas menggunakan
retorika anti kolonialisme dan anti imperalisme.
Dalam perkembangan selanjutnya,
para pengikut nasionalisme ini berkeyakinan bahwa persamaan cita- cita yang
mereka miliki dapat diwujudkan dalam sebuah identitas politik atau kepentingan
bersama dalam bentuk sebuah wadah yang disebut bangsa ( nation). Dengan
demikian bangsa atau nation merupakan suatu badan atau wadah yang di dalamnya
terhimpun orang- orang yang memiliki persamaan keyakinan dan persamaan lain
yang mereka miliki seperti ras, etnis, agama, bahasa, dan budaya. Unsure
persamaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas politik bersama atau untuk
menentukan tujuan bersama. Tujuan bersama ini direalisasikan dalam bentuk
sebuah entitas organisasi politik yang dibangun berdasarkan geopolitik yang
terdiri atas populasi, geografis, dan pemerintahan yang permanen yang disebut
Negara atau state.
Gabungan dari du aide tentang
bangsa ( nation) dan Negara ( state) tersebut mewujud dalam
sebuah konsep tentang Negara bangsa atau dikenal dengan nation- state dengan
pengertian yang lebih luas dari sekadar sebuah Negara dalam pengertian state.
menurut Dean A. Minix dan Sandra M. Hawley, Nation- state atau
Negara bangsa merupakan sebuah bangsa yang memiliki bangunan politik ( political
building) seperti ketentuan- ketentuan perbatasan territorial, pemerintahan
yang sah, pengakuan luar negri dan sebagainya. Mengacu pada definisi ini maka
konsep Negara bangsa merupakan pengertian Negara dalam maknanya yang modern.
Dari uraian singkat ini, unsure
yang tidak bisa dilewatkan dalam pembahasan ini adalah hubungan erat antara
nasionalisme dengan warga Negara, sebagaimana hal terjadi pada konsep- konsep
sebelumnya. Seperti dinyatakan oleh Koerniatmo Soetoprawiro bahwa secara hokum
peraturan tentang kewarganegaraan merupakan suatu konsekuesi langsung dari
perkembangan paham nasionalisme. Lahirnya Negara bangsa ( nation state) merupakan
akibat langsung dari gerakan nasionalisme yang sekaligus telah melahirkan
perbedaan pengertian tentang kewarganegaraan dari masa sebelum kemerdekaan
2.
Nasionalisme
Indonesia
Tumbuhnya paham nasionalisme atau
paham kebangsaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi social politik
decade pertama abad ke- 20. Pada waktu itu semangat menentang kolonialisme Belanda
mulai bermunculan dikalangan pribumi. Cita- cita bersama untuk merebut
kemerdekaan menjadi semangat umum dikalangan tokoh- tokoh pergerakan nasional
untuk memformulasikan bentuk nasionalisme yang sesuai dengan kondisi masyarakat
Indonesia. Hal yang patut disayangkan perdebatan panjang diantara para tokoh
pergerakan nasional tentang paham kebangsaan itu berakhir pada saling curiga
yang sulit dipertemukan. Mereka sepakat tentang perlunya suatu konsep nilai
atau watak nasionalisme Indonesia.
Secara garis besar terdapat tiga
pemikiran besar tentang watak nasionalisme Indonesia yang terjadi pada masa
sebelum kemerdekaan yakni paham ke- Islaman.
Secara
garis besar terdapat tiga pemikiran besar tentang watak nasionalisme Indonesia
yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan yakni paham ke-islaman, Marxisme dan
Nasionalisme Indonesia.Sejalan dengan naik nya pamor Soekarno dengan menjadi
presiden pertama RI, kecurigaan di antara para tokoh pergerakan yang telah
tumbuh di saat-saat menjelang kemerdekaan berkembang menjadi pola ketegangan
politik yang lebih permanen antara Negara melalui figure nasionalis Soekarno di
satu sisi dengan para tokoh yang mewakili pemikiran islam dan marxisme di sisi
yang lain.
Para analis nasionalisme
beranggapan bahwa Islam memegang peran sangat penting dalam pembentukan
nasionalisme ini. Seperti yang di ungkapkan oleh pengkaji nasionalisme
Indonesia George Mc. TUrnan Kahin bahwa Islam yang di sebutnya dengan istilah
agama Muhammad bukan saja merupakan mata rantai yang mengikat tali persatuan,
melainkan juga merupakan symbol persamaan nasib ( in group ) menentang
penjajahan asing dan penindas yang berasal dari agama lain.
Pandangan senada dikatakan pula
oleh Fred R. Voun der Mehden, sebagaimana dikutip Bahtiar Effendi bahwa Islam
merupakan sarana yang paling jelas, baik untuk membvangun ras persatuan
nasional maupun untuk membedakan masyarakat Indonesia dari kaum penjajah
Belanda. Lebih lanjut Mehden menjelaskan, bahwa satu- satunya ikatan Universal
yang tersedia diluar kekuasaan colonial adalah Islam.
Gerakan nasional sarekat Islam
(SI) yang tak mengenal perbedaan kelas, profesi dan tempat tinggal ternyata
tidak bisa bertahan lama. Akibat sejumlah aktifis dalam sarekat Islam (SI)
tergoda untuk membalikkan kebijakan politik public kearah ideology Islam, maka
pada penghujung 1920- an popularitas sarekat Islam (SI) mengalami pasang surut.
Sekalipun tidak secara formal dinyatakan Islam sebagai ideology politik sarekat
Islam (SI), namun keinginan eksklusif pada sejumlah tokoh sarekat Islam (SI) turut menjadi salah satu
sebab kemerosotan sarekat Islam (SI).
Factor lainnya yang juga
berpengaruh pada berkurangnya reputasi sarekat Islam (SI) adalah dengan
masuknya paham marxisme kedalam tubuh sarekat Islam (SI) melalui penyusutan
yang dilakukan oleh aktivis politik partai beraliran kiri yang berda dalam
Asosiasi Demokrasi Sosial Hindia Belanda penyusupan itu terjadi karena
pertimbangan politik dukungan massa yang besar yang pada saat itu hanya
dimiliki oleh sarekat Islam (SI).
Menjelang kemerdekaan, gerakan
nasionalis yang dimotori oleh Soekarno berhadapan dengan kekuatan politik Islam
dalam kontek hubungan agama ( Islam ) dan Negara dalam sebuah Negara Indonesia
Merdeka. Bahkan menurut Bahtiar, kadar konfrontasi antara kelompok nasionalis dengan
aktivis Islam jauh lebih besar dibandingkan dengan konfrontasi yang pernah
terjadi dalam tubuh sarekat Islam (SI) antara kubu Islam dan kubu Marxisme.
Pada fase selanjutnya, dua golongan inilah, yakni kelompok nasionalis dan
kelompok Islam yang mendominasi perdebatan panjang menjelang kemerdekaan dan
sesudahnya tentang watak nasionalisme Indonesia.
Konsep nasionalisme Soekarno
mendapat kritikan dari kalangan Islam. Tokoh Islam Muhammad Nasheer
mengkhawatirkan paham nasionalisme Soekarno dapat berkembang menjadi sikap
fanatisme buta ( ‘Ashabiyyah) kepada tanah air. Bagi umat Islam Indonesia akan
berakibat pada terputusnya tali persaudaraan internasional umat Islam ( ukhuwah
Islamiyah) dari saudar seimannya dinegara lainnya. Untuk menghindarkan kekhawatiran
ini, menurut Naseer nasionalisme harus didasarkan kepada niat yang suci yang
bersifat ilahiyyah yang melampaui hal- hal yang bersifat material.[2]
3.
Unsur- unsur
Pembentukan Identitas Nasional
Apa itu pluralitas bangsa ? yang
dimaksud pluralitas bangsa disini adalah bahwa dalam suatu Negara memiliki
bermacam suku, bahasa, agama dan budaya yang berbeda- beda. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Leo Suryadinata bahwa Indonesia adalah Negara yang multietnis multiagama. Indonesia dikatakan sebagai
bangsa yang plural, karena Indonesia memiliki berbagai macam suku, agama,
bahasa dan budaya.
Unsur pembentukan Identitas
nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu
merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentukan identitas yaitu suku bangsa,
agama kebudayaan dan bahasa.
a. Suku Bangsa
Suku bangsa adalah golongan
social yang khusus yang bersifat askriptif, yang sama coraknya dengan golongan
umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau
kelompok etnis dengan tidak kurang dari 300 dialek bahwa. Populasi penduduk
Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 210 juta. Dari jumlah tersebut
diperkirakan separuhnya beretnis jawa. Sisanya terdiri dari etnis- etnis yang
mendiami kepulauan di luar jawa seperti Makassar, Batak, Bali, Aceh, dan suku-
suku lainnya.
b.
Agama
Bangsa Indonesia dikenal sebagai
masyarakat agamis. Agama- agama yang tumbuh dan berkembang dinusantara adalah
Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Dari agama- agama
tersebut , agama Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas bangsa
Indonesia. Dalam Islam terdapat banyak golongan dan kelompok pemahaman misalnya
kelompok Islam santri untuk menunjukkan ke Islaman yang kuat dan Islam Abangan
atau Islam nominal bagi masyarakat Islam di daerah Jawa.
Karena Indonesia merupakan Negara
yang multiagama, maka Indonesia dapat dikatakan sebagai Negara yang rawan
terhadap disintegrasi bangsa. Banyak kasus disintegrasi bangsa yang terjadi
akhir- akhir ini melibatkan agama sebagai factor penyebaanya.
c. Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan
manusia sebagai makhluk social yang isisnya adalah perangkat- perangkat atau
model- model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-
pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan
digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak ( dalam bentuk kelakuan
dan benda- benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
Seperti banyaknya suku bangsa
yang dimiliki nusantara, demikian pula dengan kebudayaan. Terdapat ratusan
kebudayaan bangsa Indonesia yang membentuk identitas nasionalnya sebagai bangsa
yang dilahirkan dengan kemajemukan identitasnya.
d.
Bahasa
Bahasa merupakan unsure pendukung
identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami system perlambang yang secara
arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai
sarana berinteraksi antar manusia. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah
yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.
Setelah kemerdekaan, bahasa
Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia dahulu dikenal
dengan sebutan bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung ( linguafranca)
berbagai etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Selain menjadi hs
komunikasi diantar suku- suku di nusantara, bahasa melayu juga menempati posisi
bahasa transaksi perdagangan internasional dikawasan kepulauan nusantara yang
digunakan oleh berbagai suku bangsa Indonesia dengan para pedagang asing.
4.
Nasionalisme
Indonesia dan konsep- konsep turunannya
Konsep nasionalisme yang
dirumuskan oleh para Founding Father berkelindan dengan konsep- konsep
lanjutan lainnya, seperti konsep Negara bangsa yang lebih dikonkritkan menjadi
bentuk dan struktur Negara Indonesia yang berbentuk Republik.
Nasionalisme Indonesia pada
dasarnya berwatak inklusif dan berwawasan kemanusiaan. Pada perkembangan
selanjutnya, watak nasionalisme Indonesia yang dirumuskan oleh tokoh- tokoh
nasionalis mempengaruhi konsep pokok selanjutnya tentang Negara bangsa, warga
Negara dan dasar Negara Indonesia atau yang kemudian disebut dengan ideology
pancasila.[3]
5.
Perlunya Integrasi
nasional
SETIAP negara pasti butuh identitas. Paling
tidak, dalam satu dua hal, berbeda satu dengan yang lainya. Entah itu dari
kebijakan politik, ekonomi, hukum, seni, terutama pada unsur yang lebih
konprehensif, yakni kebudayaan. Selain ini, katakanlah sejak sumpah pemuda,
lalu dipertajam oleh politik kebudayaan, indonesia pun sudah menganggap
memiliki identitas diri. Dan dalam perjalanan sebagai bangsa yang merdeka
selama setegah abadini, ternyata indonesia terus begejolak dengan
peristiwa-peristiwa kekerasan yang telah demikiyan banyak memakan korbanfisik
maupun pisikis bangsa sendiri, Sepertinya negara ini menjelma menjadi sebuah
identitas besar, yakni sebagai negara kekerasan.
Disintegrasi bisa dipandang sebagai dari rekat-rekat ideologi
kesatuan, yang oleh rezim Orde Baru menafikan kebhinnekaan, menjadi “ asas
tunggal “. Jika demikian batasannya, maka disintegrasi tidak harus demekian
sebagai ancaman besar bagi kita semua, tetapi hanya sebatas sebagai tujuan
untuk mendobrak ideologi tunggal, dengan mengacau kembali dan menekankan pada
semboyan “bhinneka “(pluralisme).Disintegrasi
misalnya bisa dipandang sebagai yang perlu untuk mengacau pada kehendak otonomi
seluas-luasnya bagi budaya-budaya lokal (indigenuos custure), bukan lagi
dipandang semata-mata sebagai kondisi perpecahan atau penghancuran negara
kesatuan.
Pada hematnya, cara berpikir setiap reformasi adalah disentegratif,
dalam artian menolak praktik ideologi otoritarianisme atau cara berpikir “
serba tunggal “. Kita sudah tahu dan sadar betul bahwa peraktik ideologi
seperti inilah yang justru memicu pemaksaan kehendak atau kekerasan.
Menghancurkan rasa atau sikap toleransif kepada “ yang lain “ (the other, yang
brbeda) menciptakan kondisi disintegratif dalam tatanan fisik ( distruktif ).
IDENTITAS bangsa yang belum
demokratis selama ini jelas merupakan hasil dari praktik monopolistik
kekuasaan. Dalam hal ini, identitas tidak muncul dari bawah berdasarkan
energi-energi lokal, atau dari kesadaran dan pengetahuan masyarakat sendiri.
Istilah “identitas” sekarang ini pun lalu terasa seperti sebuah
“hantu metafisika”. Ia sebuah konsep yang demikian abstrak yang diterapkan
secara repsesif mengatasi kekuatan logika dan karenanya menghasilkan sebuah
kultur kekerasan. Dengan konsep identitas, selama ini suara masyarakat dalam
berbagai perbedaannya diredam, terutama
oleh teror wacana SARA.
BAYANGAN yang
paling menakutkan di era reformasi adalah menguatnya disintegrasi.
Kerusakan berantai juli lalu di beberapa kota penting di Irian jaya bermuara
tuntutan indonesia. Ramaiyah diskrusus referendum Timor Timur pascapergantian kepada negara, Mei lalu,
menjadi indikasi menguatnya keinginan meraka untuk menentukan nasib sendiri
secar demokrasi. killing field of aceh baru baru ini menorehkan luka
perseteruan disintegratif yang dalam. Mengapa tuntutan itu muncul, dan langkah
ap yang perlu ditempuh untuk mempertahankan integrasi.
Disintegrasi secara harpiah diartikan sebagai perpecahan suatu
bangsa menjadi bagian bagian yang terpisah (webster’S New Ency lopaedia
Dictionary, 1996). Dan disintegrasi dapat mengarahkan bangsa ini pada apa
yang disebut soekarno hampir setengah abad lalu sebagai nation in collaps.
Potensi disentegrasi bangsa indonesia, menurut data empiris,
relatif tinggi. Salah satu indikasinya adalah masalah etnik dan lenguisti.
Diperkirakan, di indonesia terdapat 250 suku bangsa dan bahasa. Dan seperti
diungkapkan dalam Atlas Norodov Mira, presentase hemogenitas bengsa beribu nusa
ini hanya24%. Hal ini menempatkan indonesia pada peringkat ke-119 dalam daftar
negara-negara duniamengenai presentase hemogenitas (keragaman). Mengutip
pendapat Thaviskusion (1991), keanekaragaman suku bangsa merupakan aspek paling
kuat dalam mendorong disintegrasi.
Indikasi lain
potensi ini adalah usia bangsa yang relatif muda-kurang lebih setengah abad.
Dalam diskursus sosiologis, konsep bangsa mendapat perhatian penting pada
gejala nation state (Giddens, 1995). Jarry dan Jarry (1997) mengatakan bahwa
negara bahwa-bangsa tak lain adalah bentuk modern dari negara. Ia mempunyai
batas wilayah yang jelas. Dalam hal ini, batas negara dan masyarakat cendrung
bersifat koekstensif. Maksudnya wilayah yang diklaim suatu negara bertalian
erat dengan pembagian budaya, etnik, dan linguistik. Fenomena bangsa (nation)
adalah relatif baru dalam peradapan manusia. Dari ratusan bangsa yang kini ada,
hanya 45 bangsa yang mengklaim telah ada sebelum abad ke-20. Sekitar 120 bangsa
telah mengklaim telah muncul kurang lebih 90 tahun silam. Dan 90 bangsa lainnya
baru lahir pada 45 tahun terakhir. Diyakini secara luas, aspek usia bangsa ini
mempunyai pengaruh pada tingkat integrasi suatu bangsa.
Selama ini,
integrasi bangsa Indonesia yang saling multibudaya dalam tataran praktis
direkat secara ertifisial oleh faktor dominasi negara. Kepemimpinan dan
pemerintahan yang kuat (strong leadership and strong state) Orde baru mengarah
pada sentralisasi kekuasaan, dengan kemampuan mengontrol kawasan yang jauhdalam
struktur subordinasi. Angkatan bersenjata, yang merupakan alat negara dalam
rangka domoinasi legal, memang mampu meredam disintegrasi, tapi kental dengan warna
koersif (pemaksaan). Negara pun dapat memberikan nuansa politik atas sejarah,
dalam arti penggunaan faktor kesamaan nasib dijajah Belanda sebagai instrumen
integrasi. Negara pun menaungi integrasi dengan prestasi ekonomi impresif. Tapi
dari penglihatan asasi dalam teminologi Kertesian, kemajuan itu tidak selalu
berkorelasi dengan kebahagiaan, demokrasi, dan keadilan sosial.
Perekat integrasi
yang bersifat state-induced itu kini kehilangan keampuhannya di era reformasi,
yang bersemangat demokratisasi dan hak asasi manusia. Secara umum, demokrasi
dipahami sebagai rule by the people, pilar demokrasi yang ideal meurut para
pendiri bangsa adalah dasar negara dan konstitusi yang telah disepakati
bersama. Namun, praktik bernegara dan berbangsa selama ini banyak menyimpang
dari pilar tersebut, sehingga bangsa ini steril dan tanpa daya menghadapi
tantangan transparent-world order. Dan penegakan demokrasi merupakan secara
efektif untuk menciptakan integrasi, sekaligus menangkali disintegrasi.
Lalu, bagaimanakah
memupuk integrasi ini secara sosiologi bila dominasi negara tidak lagi bisa
menjadi perekat? Pertama, perlu diupayakan adanya territorial integration dari
kawasan Nusantara yang mahaluas ini. Maksudnya, kawasan dikondisikan lebih
dekat satu sama lain secara sosial, dan tumbuh shared attachment to place.
Proses ini bisa dilakukan dengan mengutamakan pembangunan di sektor perhubungan
secara cepat tepat guna.
Kedua, memupuk
ikatan antara kelompok satu dan lainnya untuk mengurangi potensi konflik.
Misalnya melalui perkawinan, hubungan politik, dan hubungan ekonomi. Maka perlu
diciptakan wahana yang luas bagi aneka kelompok masyarakat untuk berinteraksi,
demi mhengubah integrasi.[4]
PENUTUP
Simpulan
1.
Dalam situasi
perjuangan merebut kemerdekaan, dibutuhkan suatu konsep sebagai dasar
pembenaran rasional dari tuntutan terhadap penentuan nasib sendiri yang dapat
mengikat keikutsertaan semua orang atas nama sebuah bangsa
2.
Tumbuhnya paham
nasionalisme atau paham kebangsaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi
social politik decade pertama abad ke- 20.
3.
pluralitas
bangsa disini adalah bahwa dalam suatu Negara memiliki bermacam suku, bahasa,
agama dan budaya yang berbeda- beda. Sebagaimana yang dikatakan oleh Leo
Suryadinata bahwa Indonesia adalah Negara yang multietnis multiagama. Indonesia dikatakan sebagai
bangsa yang plural, karena Indonesia memiliki berbagai macam suku, agama,
bahasa dan budaya.
4.
Disintegrasi
bisa dipandang sebagai dari rekat-rekat ideologi kesatuan, yang oleh rezim Orde
Baru menafikan kebhinnekaan, menjadi “ asas tunggal “.
KELOMPOK II
Konsepsi
Dasar Negara dan Teori Terbentuknya Negara Serta Hubungan Agama Dengan Negara
PENDAHULUAN
Keberadaan suatu institusi yang bernama Negara tidak dapat
dielakan, hal ini karena kodrat manusia sebagai makhluk social membutuhkan
perangkat yang menjadi ikatan kebersamaan dalam kontrak social manusia
perangkat institusi yang bernama Negara diharaokan menjadi wadah agar manusia
dapat menjalankan kehidupannya dengan baik, jauh dari sengketa atau konflik dan
menjaga kedamaian social dengan alas an tersebut, maka Negara memiliki paktor
penting dalam kehidupan manusia
Materi Negara dalam makalah membahas tentang konsepsi dasar tentang
Negara, unsur-unsur Negara, teori terbentuknya Negara, bentuk-bentuk Negara,
agama dan Negara, dan hubungan agama dan Negara Indonesia. Sehubungan dengan
ini akan dijelaskan tentang konsep Negara yang diantaranya, yaitu :
1.
Pengertian
Negara
2.
Tujuan Negara
3.
Unsur-unsur
Negara
4.
Teori
terbentuknya Negara
5.
Menganalisa
bentuk-bentuk negara
6.
Hubungan Negara
dengan agama
7.
Hubungan agama
dan Negara di Indonesia
PEMBAHASAN
Konsep dasar tentang Negara
1.
Pengertian
Negara
Secara literal istilah negara merupakan terjemahan dari kata-kata
asing yakni state (bahasa Inggris) stata (bahasa Belanda dan jerman) dan etat
(bahasa Prancis). Kata state, stata, dan etat itu diambil dari kata bahasa
latin status atau statum. Yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau
sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Kata status atau statum lazim diartikan sebagai standing atau
station (kedudukan). Istilah ini dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup
manusia, yang juga sama dengan istilah status civitation atau status
republicae. Dari pengertian yang terakhir inilah, kata status pada abad ke-16
dikaitkan dengan kata Negara.
Secara
terminologi, Negara dikaitkan dengan organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita
untuk bersatu. Hidup dalam daerah tertentudan mempunyai pemerintahan yang
berdaulat.
Menurut Roger
H.Soltau, Negara didefinisikan dengan alat (agency) atau wewenang (authority)
yang mengatur dan mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama
masyarakat.
Menurut Harold J. Laski, Max Weber mendefinisikan Negara adalah
suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik
secara sah dalam suatu wilayah.
Sedangkan menurut Robert M, Mac Iver, Negara diartikan dengan
asosiasi yang menyelenggarakan penertipan didalam suatu masyarakat dalam suatu
wilayah dengan berdasarkan system hukum yang diselenggarakan oleh suatu
pemerintahan yang bersifat memaksa.
Dalam konsepsi islam dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah
tidak ditemukan tentang Negara secara eksplisit, hanya saja terdapat
prinsip-prinsip dasar dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konsep
islam tentang Negara berasal dati 3 paradigma, yaitu :
a.
Paradigm
tentang teori khilafah yang dipraktekan sesudah Rasulullah SAW, terutama
merujuk pada masa khulafa al Rasyidin.
b.
Paradigma yang
bersumber pada teori Imamah dalam paham Islam Syi’ah.
c.
Paradigma yang
bersumber dari teori imamah atau pemerintahan.
Dari
beberapa pendapat tentang Negara dapat dipahami secara sederhana yang dimaksud
dengan Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh
sejumlah pejabat yang berhak menuntut dari warganegaranya untuk taat pada
peraturan perundang undangan melalui penguasaan (kontrol) monopolistik dari
kekuasaan yang sah.
2.
Tujuan Negara
Tujuan sebuah Negara antara lain :
a.
Bertujuan untuk
memperluas kekuasaan semata-mata
b.
Bertujuan
menyelenggarakan ketertiban hukum
c.
Bertujuan untuk
mencapai kesejahteraan umum
Dalam konsep dan ajaran plato tujuan adanya Negara adalah untuk
memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan (individu) dan sebagai
mahkluk social. Sedangkan menurut Roger H. Soltau tujuan Negara adalah
memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas
mungkin.
Dalam islam tujuan Negara
yang dikemukakan oleh ibnu Arabi menurutnya tujuan Negara adalah agar
manusia bias menjalankan kehidupannya dengan baik, jauh dari sengketa dan
menjaga intervensi pihak-pihak asing. Sedangkan dalam konsep dan ajaran Negara
hukum tujuan Negara adalah menyelenggarakan ketertiban hukum, dengan
berdasarkan dan berpedoman pada hukum.
(a)
Teori hokum
alam, pemikiran pada masa plato dan aristoteles kondisi alam tumbuhnya
manusia berkembangnya Negara
(b)
Teori ketuhanan
(islam dan kriesten) segala sesuatu adalah ciftaan tuhan (thomas hobbes)
manusia menghadapi kondisi alam dan timbulah kekerasan. Manusia akan musnah
bila ia tidak mengubah cara-caranya. Manusia pun bersatu untReori perjanjian[5]
3. Unsur-unsur Negara
Negara
memiliki unsur-unsur yang diantaranya :
a)
Bersifat
konstitutif, ini berarti bahwa dalam Negara tersebut terdapat wilayah yang
meliputi udara, darat,perairan, rakyat dan pemerintahan yang berdaulat.
b)
Bersifat
deklaratif, sifat ini ditunjukan oleh adanya tujuan Negara, undang-undang dasar,
pengakuan dari Negara lain baik secara “de jure” maupun “de packo” dan masuknya
negar dalam himpunan bangsa-bangsa, misalnya PPB.
Dalam rumusan
konvensi Montevideo tahun 1993 disebutkan bahwa suatu Negara harus memiliki 3
unsur penting, yakni rakyat, wilayah dan pemerintah. [6]
A.
Rakyat
(Masyarakat/warganegara)
Rakyat dalam kontek ini diartikan sebagai sekumpulan manusia yang
dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang bersama-sama mendiami suatu
wilayah tertentu.Rakyat dalam suatu Negara merupakan personil dari Negara.
B.
Wilayah
Wilayah dalam
sebuah Negara merupakan unsur yang harus ada, karena tidak mungkin ada Negara
tanpa batas-batas territorial yang jelas. Secara mendasar wilayah dalam sebuah
Negara biasanya mencakup beberapa wilayah yang diantaranya :
a)
Daratan
(wilayah darat)
Perbatasan suatu wilayah biasanya direntukan bertdasarkan
perjanjian.Perjanjian internasional yang dibuat antara dua Negara. Perbatasan
antar dua Negara dapat berupa :
a.
Perbatasan
alam; seperti sungai, danau, pegunungan atau lembah
b.
Perbatasan
buatan; seperti pagar tembok, kawat, tiang tewmbok dsb
c.
Perbatasan
menurut ilmu pasti, yakni dengan menggunakan ukuran garis lintang atau bujur
pada peta bumi.
b)
Perairan
(wilayah laut/perairan)
Perairan atau laut yang menjadi bagian atau termasuk wilayah suatu
Negara disebut perairan atau laut teritorial dari Negara yang
bersangkutan.Adapun batas wilayah pada umumnya 3 mil laut (5,555 km) yang
dihitung dari pantai ketika air surut.Laut yang berada diluar perairan disebut
lautan bebas, karena wilayah perairan tersebut tidak termasuk wilayah kekuasaan
suatu Negara sehingga siapapun bebas memanfaatkannya.
c)
Udara (wilayah
udara)
Udara yang berada diatas wilayah daratan dan wilayah laut
territorial sebuah Negara merupakan bagian dari wilayah Negara.Mengenai batas
ketinggian sebuah wilayah Negara tidak memiliki batas yang pasti, asalkan
Negara yang bersangkutan dapat mempertahankannya.
C.
Pemerintahan
Pemerintahan adalah alat kelengkapan Negara yang bertugas memimpin
organisasi Negara untuk mencapai tujuan
Negara. Oleh karenanya, pemerintahan seringkali menjadi personifikasi sebuah
Negara.Pemerintah juga merupakan badan yang mengantur urusan sehari-hari, yang
menjalankan kepentingan bersama.Pemerintahan melaksanakan tujuan-tujuan Negara,
menjalankan fung-fungsi kesejahteraan bersama.
4.
Teori
terbentuknya Negara
1)
Teori kontra
social (social contract)
Teori
kontra social atau teori perjanjian masyarakat beranggapan bahwa Negara
dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat.Teori ini adalah salah
satu teori yang terpenting mengenai asal-usul Negara.Disamping tertua teori ini
juga relative bersifat universal, karena teori perjanjian masyarakat adalah
teori yang termudah dicapai dan Negara tidak merupakan Negara tiranik.
2)
Teori ketuhanan
Teori
ketuhanan ini dikenal juga dengan doktrin teokratis dalam teori asal-mula
Negara.Teori ini pun bersifat universal dan ditemukan baik di dunia timur
maupun di dunia barat, baik dalam teori maupun dalam praktek.Negara dibentuk
oleh tuhan dan pemimpin-pemimpin Negara ditunjuk oleh tuhan.raja dan
pemimpin-pemimpin Negara hanya bertanggung jawab pada tuhan dan tidak pada
siapapun. Teori teokratis seperti ini memang sudah amat tua dan didasarkan atas
dasar sabda Paulus yang terdapat dalam rum XIII ayat 1 dan 2
3)
Teori kekuatan
Teori
kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwqa Negara yang pertama adalah
hasil dominasi dari kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah.Negara
terbentuk dengan penaklukan dan pendudukan.Dalam teori kekuatan, factor
kekuatan lah yang dianggap sebagai faktor tunggal yang menimbulkan
Negara.Negara dilahirkan karena pertarungan kekuatan dan yang keluar sebagai
pemenang adalah pembentuk Negara itu.Dalam teori pula kekuatan pembuat
hukum.Kekuatan adalah pembenarannya dan raison d’etre-nya Negara.
4)
Teori Organis
Konsepsi
organis tentang hakikat dan asal mula Negara adalah suatu konsep biologis yang
melukiskan Negara dengan istilah-istilah ilmu alam.Negara dianggap atau
disamakan dengan mahluk hidup, manusia atau binatang.Individu yang merupakan
komponen-komponen Negara dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup
itu.Kehidupan korporal dari Negara dapat disamakan sebagai tulang belulang
manusia, undang-undang sebagai urat saraf, raja (kaisar) sebagai kepala dan
para individu sebagai daging mahkluk hidup itu.
5)
Teori Historis
Teori
historis merupakan teori yang mengatakan bahwa lembaga-lembaga social tidak
dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan
manusia.Sebagai lembaga sosial yang di peruntukkan guna memenuhi kebutuhan
manusia, maka lembaga itu tidak luput dari pengaruh tempat, waktu, dan tuntutan
zaman.
Teori historis diperkuat dan telah dibenarkan oleh penyelidikan
historis dan ethonologis-antropologis dari lembaga-lembaga social bangsa-bangsa
primitive dari benua Asia, Afrika, Australia, dan Amerika.
5.
Bentuk-bentuk
Negara
Bentuk
Negara dalam konsep dan teori modern saat ini terbagi dalam dua bentuk Negara,
yakni Negara kesatuan (Unitarisme) dan Negara serikat (federasi)
(1)
Negara kesatuan
Negara
kesatuan merupakan bentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu
pemerintahan pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Dalam
pelaksanaannya, Negara kesatuan terbagi kedalam 2 macam yaitu:
(a)
Negara kesatuan
dengan system sentralisasi yakni system pemerintahan yang seluruh persoalan
yang berkaitan dengan Negara langsung diatur dan di urus oleh pemerintah pusat,
sementara daerah-daerah tinggal melaksanakannya.
(b)
Negara kesatuan
dengan system desentralisasi, yakni kepala daerah sebagai pemerintah daerah
diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri atau
dikenal dengan otonomi daerah atau swatantra.
(2)
Negara serikat
(federasi)
Negara serikat
merupakan bentuk Negara gabungan dari beberapa Negara bagian dari Negara
serikat.Negar-negara bagian tersebut, pada awalnya merupakan Negara merdeka,
berdaulat dan berdiri sendiri.
(a) Monarki, merupakan bentuk Negara yang dalam pemerintahannya hanya
dikuasai dan diperintah oleh satu orang saja.
(b)Oligarki,
Negara yang dipimpin oleh beberapa orang. Model Negara oligarki ini biasanya
diperintah dari kelompok orang yang berasal dari kalangan feudal.
(c)
Demokrasi,
merupakan bentuk Negara yang pimpinan tertinggi Negara terletak ditangan
rakyat.
6.
Hubungan Negara
dan Agama
Dalam
memahami hubungan agama dan Negara ini, akan dijelaskan beberapa konsep
hubungan agama dan Negara menurut beberapa aliran, antara lain paham teokrasi,
paham sekuler dan paham komunis.
(1)
Hubungan agama
dan Negara menurut paham teokrasi
Dalam paham teokrasi hubungan agama dan Negara digambarkan sebagai
dua hal yang tidak dapat dipisahklan.Negara menyatu dengan agama, karena
pemerintah dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan
dalam masyarakat, bangsa, dan Negara dilakukan atas titah Tuhan.Dengan
demikian, urusan kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga diyakini
sebagai manipestasi firman Tuhan.
(2)
Hubugan agama
dan Negara menurut paham sekuler
Selain paham teokrasi, terdapat pula paham sekuler dalam praktek
pemerintahan dalam kaitan hubungan agama dan Negara.Paham sekuler memisahkan
dan membedakan antar agama dan Negara.dalam Negara sekuler tidak ada hubungan
antara system kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, Negara adalah urusan
hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia.Sedangkan agama adalah
hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hal ini,nenurut paham sekuler, tidak dapat
dipisahkan. Norma hokum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak
berdasarkan agama atau firman Tuhan, meskipun mungkin norma tersebut
bertentangan dengan norma-norma agama. Sekalipun paham ini memisahkan antara
agama dan Negara, akan tetapi pada lazimnya Negara sekuler membebaskan warga
negaranya untuk memeluk agama yang mereka yaskini.
(3)
Hubungan agama
dan Negara menurut paham komunisme
Paham komunisme memandang hakikat hubungan Negara dan agama
berdasarkan pada filosofi materialism-dialektis dan materialisme-historis paham
ini menimbulkan paham atheis.Menurut Karl Marx memandang agama sebagai candu
masyakarakat, manusia ditentukan oleh dirinya sendiri.Sementara agama, dianggap
sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.[7]
(4)
Hubungan Negara
dengan agama menurut pancasila
Menurut pancasila Negara adalah berdasarkan ketuhanan yang maha esa
atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini termuat dalam penjelasan
pembukaan UUD 1945 yaitu pokok pikiran keempatyang tercantum dalam pasal 29
ayat (1) bahwa Negara adalah berdasarkan berdasar atas ketuhanan yang maha esa.
Konsekuensinya segala asfek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara harus
dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari tuhan.Sedangkan dalam Pasal 29
ayat (2) memberikan kebebasankepada seluruh warga Negara untuk memeluk agama
sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-masing. Hubungan Negara dan agama
menurut pancasila adalah sebagai berikut :
1.
Negara
berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa.
2.
Memiliki hak
asasi untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing
3.
Tidak ada
tempat bagi atheism dan sekularisme karena pada hakikatnya manusia berkedudukan
sebagai makhluk tuhan.
4.
Tidak ada
tempat pertentangan agama, golongan agama, dan antar pemeluk agama.
5.
Tidak ada
tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu bukan hasil paksaan bagi
siapapun.
6.
Memberikan
toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama.
7.
Segala asfek
dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan nilai-nilai
ketuhanan terutama norma hokum positif
8.
Negara pada
hakikatnya adalah merupakan “…berkat rahmat Allah yang maha Esa.
(5)
Hubungan islam
dan Negara di Indonesia
Hubungan islam dan Negara di Indonesia merupakan persoalan yang
menarik untuk dibahas, karena tidak saja Indonesia merupakan Negara yang
mayoritas warga negaranya beragama islam. Tetapi karena kompleks nya persoalan
yang muncul. Mengkaji hubungan agama dan Negara di Indonesia, secara umum dapat
digolongkan kedalam 2 bagian yakni, hubungan yang bersifat antagonistik dan
hubungan yang bersifat akomodatif. Hubungan antagonistic merupakan sifat
hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antara Negaradengan islam sebagai
sebuah agama. Sedsangkan paham akomodatif, lebih dipahami sebagai sifat
hubungan dimana Negara dan agama satu sama lain saling mengisi bahkan ada
kecendrungan memiliki kesamaan untuk mengurangi komplek (M.Imam Aziz et.al.,
1993:105). Abdul Aziz Thaba menambahkan bahwa setelah hubungan antagonistic,
yakni awal dan mulanya penurunan ”tensi”
ketegangan antar Negara dan agama.[8]
PENUTUP
Kesimpulan :
1.
Negara
merupakan suatu organisasi dari sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang
mendiami suatu wilayah tertentu dan mengakui adanya suatu pemerintahan yang
mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok atau bebedrapa kelompok
manusia tersebut.
2.
Tujuan Negara
diantaranya:
(a)
Untuk
memperluas kekuasaan semata
(b)
Menyelenggarakan
ketertiban hokum
(c)
Untuk mencapai
kesejahteraan umum
3.
Unsur-unsur
Negara diantaranya :
(a)
Rakyat (b) Wilayah (c) Pemerintahan
4.
Teori
terbentuknya negara diantaranya :
(a)
Teori Kontrak
Sosial (b) Teori Ketuhanan
(c) Teori Kekuatan (d) Teori
Perjanjian
(b)
sTeori Organis
(f) Teori Historis
5.
Bentuk bentuk
Negara diantaranya :
(a)
Negara
kesatuan (b) Negara serikat (federasi)
6.
Hubungan Agama
dan Negara diantaranya menurut paham
(a)
Teokrasi (b) sekuler
(c) komunisme
7.
Hubungan islam
dan Negara di Indonesia,secara umum dapat digolongkan menjadi (2) bagian yakni
hubungan yang bersifat Antagonis dan hubungan yang bersifat Akomodatif
KELOMPOK
III
Kewarganegaraan dan
Problematika di Indonesia
PENDAHULUAN
Materi tentang
kewarganegaraan akan mengantarkan kita pada pemahaman tentang warga negara yang mencakup konsep dasar warga negara, asas kewarganegaraan, unsur yang
menentukan kewarganegaraan, problematika, status kewarganegaraan, karekteristik
warga Negara yang demokrat,
cara dan bukti memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan pembahasan tentang hak
dan kewajiban warga negara.
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan kita dapat:
1. Menjelaskan
pengertian warga negara.
2. Menganalisa
problematika status kewarganegaraan.
3. Menjelaskan
cara mendapatkan kewarganegaraan Indonesia.
PEMBAHASAN
1.
Konsep Dasar Tentang Warga Negara
Warga negara diartikan dengan orang-orang
sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau kawula negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya
sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota
atau warga dari suatu negara,
yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama.
Dalam konteks
Indonesia, istilah warga negara
(sesuai dengan UUD 1945 pasal 26) dimaksudkan untuk bangsa Indonesia asli dan
bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara.
Selain itu, sesuai
dengan pasal 1 UU No. 22/1958 yang dinyatakan
bahwa warga Negara Republik Indonesia adalah orang-orang berdasarkan
undang-undang dan atau perjanjian-perjanjian dan peraturan-peraturan yang
berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.[9]
2.
Asas
Kewarganegaraan
Seseorang yang diakui
sebagai warga negara
dalam suatu negara
haruslah ditentukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati dalam negara tersebut. Ketentuan itu menjadi
asas atau pedoman untuk menentukan status kewarganegaraan seseorang.
Dalam menerapkan asas
kewarganegaraan ini, dikenal dengan 2 pedoman, yaitu asas kewarganegaraan
berdasarkan kelahiran dan asas berdasarkan perkawinan. Dari sisi kelahiran, ada
2 asas kewarganegaraan yang sering dijumpai, yaitu ius soli (tempa kelahiran) dan
ius sanguinis (keturunan). Sedangkan dari sisi perkawinan dikenal pula dengan
asas kesatuan hukum
dan asas persamaan derajat.[10]
a.
Dari Sisi
Kelahiran
Pada umumnya, penentuan
kewarganegaraan berdasarkan pada sisi kelahiran seseorang (sebagaimana disebut
diatas) dikenal dengan 2 asas kewarganegaraan, yaitu ius soli dan ius
sanguinis. Kedua istilah tersebut berasal dari bahasa latin. Ius
berarti hukum, dalil atau pedoman, soli berasal dari kata solum yang
berarti negeri, tanah atau daerah dan sanguinis berasal dari kata sanguis
yang berarti darah. Dengan demikian, ius soli berarti pedoman
kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah kelahiran, sedangkan ius
sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan darah atau
keturunan.
Sebagai contoh, jika
sebuah Negara menganut asas ius soli, maka seseorang yang dilahirkan
dinegara tersebut, mendapatkan hak sebagai warganegara. Begitu pula dengan asas
ius sanguinis. Jika sebuah negara
menganut asas ius sanguinis, maka seseorang yang lahir dari orang tua
yang memiliki kewarganegaraan suatu negara,
Indonesia misalnya, maka anak tersebut berhak mendapatkan status
kewarganegaraan orang tuanya, yakni warga negara Indonesia.
Pada awalnya asas warga
negara berdasarkan kelahiran ini hanya
satu, yakni ius soli saja. Hal ini berdasarkan pada anggapan bahwa
karena seseorang lahir disuatu wilayah negara,
maka otomatis dan logis ia menjadi warga negara
tersebut. Akan tetapi dengan semakin tingginya tingkat mobalitas manusia,
diperlukan suatu asas lain yang tidak hanya berpatokan pada tempat kelahiran
saja. Hal ini akan bermasalah jika
kemudian orang tua tersebut melahirkan anak di tempat salah satu orang tuanya
(misalnya, di tempat ibunya). Jika hanya menganut asas ius soli, maka si
anak hanya akan mendapat status kewarganegaraan ibunya saja, sementara itu dia
tidak berhak atas status kewarganegaraan bapaknya. Maka atas dasar itulah asas ius
sanguinis dimunculkan, sehingga si anak dapat memiliki status
kewarganegaraan bapaknya.
b.
Dari
sisi perkawinan
Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran kewarganegaraan
seseorang juga dapat dilihat dari sisi perkawinan yang mencakup asas
kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Asas kesatuan hukum
berdasarkan pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan
inti masyarakat. Sedangkan dalam asas persamaan derajat ditentukan bahwa
suatu perkawinan tidak menyababkan peruabahan status kewarganegaraan
masing-masing pihak. Baik suami ataupun istri tetap berkewarganegaraan asal,
atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi suami-istri, mereka tetap
memiliki status kewarganegaraan sendiri.[11]
3.
Unsur-unsur yang Menentukan Kewarganegaraan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar