Minggu, 15 April 2012

makalah pendidikan kewarganegaraan


kumpulan makalah : Pendidikan Kewarganegaraan 

jurusan : PAI IAIN ANTASARI Banjarmasin 2011

kelas : A

Dosen Pengampu : H. Rustam Nawawi, S.Ag, M.Pd.I

 


KELOMPOK I
Identitas Nasional Pluralitas Bangsa Yang Menjadi Budaya, Suku, Agama Dan Bahasa 

PENDAHULUAN
            Sebelum menjelaskan identitas nasional, terlebih dahulu dijelaskan apa itu identitas. Dilihat dari segi bahas bahwa identitas itu berasal dari bahasa inggris yaitu “ identity” yang dapat diartikan sebagai ciri- ciri, tanda- tanda atau jati diri. Ciri- ciri itu adalah sesuatu yang menandai suatu benda atau orang. Ada ciri- cirri fisik dan non fisik. Orang cina mempunyai ciri fisik tersendiri, misalnya mempunyai mata sipit, kulitnya putih. Orang irian atau papua juga mempunyai ciri fisik tersendiri misalnya kulitnya hitam.
               Identity sering di Insonesiakan menjadi identitas atau jati diri. Jadi, identity atau identitas atau jati diri, dapat memiliki dua arti : pertama, identitas atau jati diri yang menunjukkan pada ciri-ciri yang melekat pada diri seseorang atau sebuah benda, dan yang kedua, identitas atau jati diri dapat berupa surat keterangan yang dapat menjelaskan pribadi seseorang dan riwayat hidup seseorang.
               Dalam makalah ini pemakalah akan membahas tentang identitas nasional, pluralitas bangsa yang menjadi budaya, suku, agama dan bahasa. Meliputi pembahasan pengertian identitas nasional, unsur-unsur pembentukan nasional, nasionalisme, perlunya integritas nasional.[1]
PEMBAHASAN

A.    IDENTITAS NASIONAL
               Pengertian identitas nasional
               Kata identitas berasal dari bahasa inggris Identity yang memiliki pengertian harfiah ciri- ciri, tanda- tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam term antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau Negara sendiri.
               Sedangkan kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok- kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan- kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama dan bahasa maupun non fisikspr keinginan, cita- cita dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang kemudian disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakankelompok ( collective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasiat pergerakan- pergerakan yang diberi atribut- atribut nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme.

1.      Pengertian umum nasionalisme
               Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama manusia berubah menjadi bentuk yang lebih kompleks dan rumit. Dimulai dari tumbuhnya kesadaran untuk menentukan nasib sendiri dikalangan bangsa- bangsa yang tertindas kolonialisme dunia, seperti Indonesia salah satunya, hingga melahirkan semangat untuk mandiri dan bebas menentukan masa depannya sendiri.
               Dalam situasi perjuangan merebut kemerdekaan, dibutuhkan suatu konsep sebagai dasar pembenaran rasional dari tuntutan terhadap penentuan nasib sendiri yang dapat mengikat keikutsertaan semua orang atas nama sebuah bangsa. Dasar pembenaran tersebut, selanjutnya mengkristal dalam konsep paham ideology kebangsaan yang biasa disebut dengan nasionalisme. Dari sanalah kemudian lahir konsep- konsep turunannya seperti bangsa ( nation), Negara ( state), dan gabungan keduanya menjadi konsep Negara- Negara ( nation state) sebagai komponen- komponen yang ,membentuk identitas nasional atau kebangsaan.
               Mengacu pada awal tumbuhnya nasionalisme secara umum, maka nasionalisme dapat dikatakan sebagai sebuah situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada Negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkraman colonial. Semangat nasionalisme dihadapkan secara efektif oleh para penganutnya dan dipakai sebagai metode perlawanan dan alat identifikasi untuk mengetahui siapa lawan dan kawan. Seperti disimpulkan oleh Larry Diamond dan Marc F. Plattner, para penganut nasionalisme dunia ketiga secara khas menggunakan retorika anti kolonialisme dan anti imperalisme.
               Dalam perkembangan selanjutnya, para pengikut nasionalisme ini berkeyakinan bahwa persamaan cita- cita yang mereka miliki dapat diwujudkan dalam sebuah identitas politik atau kepentingan bersama dalam bentuk sebuah wadah yang disebut bangsa ( nation). Dengan demikian bangsa atau nation merupakan suatu badan atau wadah yang di dalamnya terhimpun orang- orang yang memiliki persamaan keyakinan dan persamaan lain yang mereka miliki seperti ras, etnis, agama, bahasa, dan budaya. Unsure persamaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas politik bersama atau untuk menentukan tujuan bersama. Tujuan bersama ini direalisasikan dalam bentuk sebuah entitas organisasi politik yang dibangun berdasarkan geopolitik yang terdiri atas populasi, geografis, dan pemerintahan yang permanen yang disebut Negara atau state.
               Gabungan dari du aide tentang bangsa ( nation) dan Negara ( state) tersebut mewujud dalam sebuah konsep tentang Negara bangsa atau dikenal dengan nation- state dengan pengertian yang lebih luas dari sekadar sebuah Negara dalam pengertian state. menurut Dean A. Minix dan Sandra M. Hawley, Nation- state atau Negara bangsa merupakan sebuah bangsa yang memiliki bangunan politik ( political building) seperti ketentuan- ketentuan perbatasan territorial, pemerintahan yang sah, pengakuan luar negri dan sebagainya. Mengacu pada definisi ini maka konsep Negara bangsa merupakan pengertian Negara dalam maknanya yang modern.
               Dari uraian singkat ini, unsure yang tidak bisa dilewatkan dalam pembahasan ini adalah hubungan erat antara nasionalisme dengan warga Negara, sebagaimana hal terjadi pada konsep- konsep sebelumnya. Seperti dinyatakan oleh Koerniatmo Soetoprawiro bahwa secara hokum peraturan tentang kewarganegaraan merupakan suatu konsekuesi langsung dari perkembangan paham nasionalisme. Lahirnya Negara bangsa ( nation state) merupakan akibat langsung dari gerakan nasionalisme yang sekaligus telah melahirkan perbedaan pengertian tentang kewarganegaraan dari masa sebelum kemerdekaan

2.      Nasionalisme Indonesia
              
               Tumbuhnya paham nasionalisme atau paham kebangsaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi social politik decade pertama abad ke- 20. Pada waktu itu semangat menentang kolonialisme Belanda mulai bermunculan dikalangan pribumi. Cita- cita bersama untuk merebut kemerdekaan menjadi semangat umum dikalangan tokoh- tokoh pergerakan nasional untuk memformulasikan bentuk nasionalisme yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Hal yang patut disayangkan perdebatan panjang diantara para tokoh pergerakan nasional tentang paham kebangsaan itu berakhir pada saling curiga yang sulit dipertemukan. Mereka sepakat tentang perlunya suatu konsep nilai atau watak nasionalisme Indonesia.
               Secara garis besar terdapat tiga pemikiran besar tentang watak nasionalisme Indonesia yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan yakni paham ke- Islaman.
Secara garis besar terdapat tiga pemikiran besar tentang watak nasionalisme Indonesia yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan yakni paham ke-islaman, Marxisme dan Nasionalisme Indonesia.Sejalan dengan naik nya pamor Soekarno dengan menjadi presiden pertama RI, kecurigaan di antara para tokoh pergerakan yang telah tumbuh di saat-saat menjelang kemerdekaan berkembang menjadi pola ketegangan politik yang lebih permanen antara Negara melalui figure nasionalis Soekarno di satu sisi dengan para tokoh yang mewakili pemikiran islam dan marxisme di sisi yang lain.
               Para analis nasionalisme beranggapan bahwa Islam memegang peran sangat penting dalam pembentukan nasionalisme ini. Seperti yang di ungkapkan oleh pengkaji nasionalisme Indonesia George Mc. TUrnan Kahin bahwa Islam yang di sebutnya dengan istilah agama Muhammad bukan saja merupakan mata rantai yang mengikat tali persatuan, melainkan juga merupakan symbol persamaan nasib ( in group ) menentang penjajahan asing dan penindas yang berasal dari agama lain.
               Pandangan senada dikatakan pula oleh Fred R. Voun der Mehden, sebagaimana dikutip Bahtiar Effendi bahwa Islam merupakan sarana yang paling jelas, baik untuk membvangun ras persatuan nasional maupun untuk membedakan masyarakat Indonesia dari kaum penjajah Belanda. Lebih lanjut Mehden menjelaskan, bahwa satu- satunya ikatan Universal yang tersedia diluar kekuasaan colonial adalah Islam.
               Gerakan nasional sarekat Islam (SI) yang tak mengenal perbedaan kelas, profesi dan tempat tinggal ternyata tidak bisa bertahan lama. Akibat sejumlah aktifis dalam sarekat Islam (SI) tergoda untuk membalikkan kebijakan politik public kearah ideology Islam, maka pada penghujung 1920- an popularitas sarekat Islam (SI) mengalami pasang surut. Sekalipun tidak secara formal dinyatakan Islam sebagai ideology politik sarekat Islam (SI), namun keinginan eksklusif pada sejumlah tokoh  sarekat Islam (SI) turut menjadi salah satu sebab kemerosotan sarekat Islam (SI).
               Factor lainnya yang juga berpengaruh pada berkurangnya reputasi sarekat Islam (SI) adalah dengan masuknya paham marxisme kedalam tubuh sarekat Islam (SI) melalui penyusutan yang dilakukan oleh aktivis politik partai beraliran kiri yang berda dalam Asosiasi Demokrasi Sosial Hindia Belanda penyusupan itu terjadi karena pertimbangan politik dukungan massa yang besar yang pada saat itu hanya dimiliki oleh sarekat Islam (SI).
               Menjelang kemerdekaan, gerakan nasionalis yang dimotori oleh Soekarno berhadapan dengan kekuatan politik Islam dalam kontek hubungan agama ( Islam ) dan Negara dalam sebuah Negara Indonesia Merdeka. Bahkan menurut Bahtiar, kadar konfrontasi antara kelompok nasionalis dengan aktivis Islam jauh lebih besar dibandingkan dengan konfrontasi yang pernah terjadi dalam tubuh sarekat Islam (SI) antara kubu Islam dan kubu Marxisme. Pada fase selanjutnya, dua golongan inilah, yakni kelompok nasionalis dan kelompok Islam yang mendominasi perdebatan panjang menjelang kemerdekaan dan sesudahnya tentang watak nasionalisme Indonesia.
               Konsep nasionalisme Soekarno mendapat kritikan dari kalangan Islam. Tokoh Islam Muhammad Nasheer mengkhawatirkan paham nasionalisme Soekarno dapat berkembang menjadi sikap fanatisme buta ( ‘Ashabiyyah) kepada tanah air. Bagi umat Islam Indonesia akan berakibat pada terputusnya tali persaudaraan internasional umat Islam ( ukhuwah Islamiyah) dari saudar seimannya dinegara lainnya. Untuk menghindarkan kekhawatiran ini, menurut Naseer nasionalisme harus didasarkan kepada niat yang suci yang bersifat ilahiyyah yang melampaui hal- hal yang bersifat material.[2]
              
3.      Unsur- unsur Pembentukan Identitas Nasional
               Apa itu pluralitas bangsa ? yang dimaksud pluralitas bangsa disini adalah bahwa dalam suatu Negara memiliki bermacam suku, bahasa, agama dan budaya yang berbeda- beda. Sebagaimana yang dikatakan oleh Leo Suryadinata bahwa Indonesia adalah Negara yang multietnis  multiagama. Indonesia dikatakan sebagai bangsa yang plural, karena Indonesia memiliki berbagai macam suku, agama, bahasa dan budaya.
               Unsur pembentukan Identitas nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentukan identitas yaitu suku bangsa, agama kebudayaan dan bahasa.
a. Suku Bangsa
               Suku bangsa adalah golongan social yang khusus yang bersifat askriptif, yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang dari 300 dialek bahwa. Populasi penduduk Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 210 juta. Dari jumlah tersebut diperkirakan separuhnya beretnis jawa. Sisanya terdiri dari etnis- etnis yang mendiami kepulauan di luar jawa seperti Makassar, Batak, Bali, Aceh, dan suku- suku lainnya.
b. Agama
               Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat agamis. Agama- agama yang tumbuh dan berkembang dinusantara adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Dari agama- agama tersebut , agama Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia. Dalam Islam terdapat banyak golongan dan kelompok pemahaman misalnya kelompok Islam santri untuk menunjukkan ke Islaman yang kuat dan Islam Abangan atau Islam nominal bagi masyarakat Islam di daerah Jawa.
               Karena Indonesia merupakan Negara yang multiagama, maka Indonesia dapat dikatakan sebagai Negara yang rawan terhadap disintegrasi bangsa. Banyak kasus disintegrasi bangsa yang terjadi akhir- akhir ini melibatkan agama sebagai factor penyebaanya.
c.  Kebudayaan
               Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isisnya adalah perangkat- perangkat atau model- model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung- pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak ( dalam bentuk kelakuan dan benda- benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
               Seperti banyaknya suku bangsa yang dimiliki nusantara, demikian pula dengan kebudayaan. Terdapat ratusan kebudayaan bangsa Indonesia yang membentuk identitas nasionalnya sebagai bangsa yang dilahirkan dengan kemajemukan identitasnya.
d.       Bahasa
               Bahasa merupakan unsure pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami system perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.
               Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia dahulu dikenal dengan sebutan bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung ( linguafranca) berbagai etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Selain menjadi hs komunikasi diantar suku- suku di nusantara, bahasa melayu juga menempati posisi bahasa transaksi perdagangan internasional dikawasan kepulauan nusantara yang digunakan oleh berbagai suku bangsa Indonesia dengan para pedagang asing.

4.      Nasionalisme Indonesia dan konsep- konsep turunannya
               Konsep nasionalisme yang dirumuskan oleh para Founding Father berkelindan dengan konsep- konsep lanjutan lainnya, seperti konsep Negara bangsa yang lebih dikonkritkan menjadi bentuk dan struktur Negara Indonesia yang berbentuk Republik.
               Nasionalisme Indonesia pada dasarnya berwatak inklusif dan berwawasan kemanusiaan. Pada perkembangan selanjutnya, watak nasionalisme Indonesia yang dirumuskan oleh tokoh- tokoh nasionalis mempengaruhi konsep pokok selanjutnya tentang Negara bangsa, warga Negara dan dasar Negara Indonesia atau yang kemudian disebut dengan ideology pancasila.[3]

5.      Perlunya Integrasi nasional
   SETIAP negara pasti butuh identitas. Paling tidak, dalam satu dua hal, berbeda satu dengan yang lainya. Entah itu dari kebijakan politik, ekonomi, hukum, seni, terutama pada unsur yang lebih konprehensif, yakni kebudayaan. Selain ini, katakanlah sejak sumpah pemuda, lalu dipertajam oleh politik kebudayaan, indonesia pun sudah menganggap memiliki identitas diri. Dan dalam perjalanan sebagai bangsa yang merdeka selama setegah abadini, ternyata indonesia terus begejolak dengan peristiwa-peristiwa kekerasan yang telah demikiyan banyak memakan korbanfisik maupun pisikis bangsa sendiri, Sepertinya negara ini menjelma menjadi sebuah identitas besar, yakni sebagai negara kekerasan.
Disintegrasi bisa dipandang sebagai dari rekat-rekat ideologi kesatuan, yang oleh rezim Orde Baru menafikan kebhinnekaan, menjadi “ asas tunggal “. Jika demikian batasannya, maka disintegrasi tidak harus demekian sebagai ancaman besar bagi kita semua, tetapi hanya sebatas sebagai tujuan untuk mendobrak ideologi tunggal, dengan mengacau kembali dan menekankan pada semboyan  “bhinneka “(pluralisme).Disintegrasi misalnya bisa dipandang sebagai yang perlu untuk mengacau pada kehendak otonomi seluas-luasnya bagi budaya-budaya lokal (indigenuos custure), bukan lagi dipandang semata-mata sebagai kondisi perpecahan atau penghancuran negara kesatuan.
Pada hematnya, cara berpikir setiap reformasi adalah disentegratif, dalam artian menolak praktik ideologi otoritarianisme atau cara berpikir “ serba tunggal “. Kita sudah tahu dan sadar betul bahwa peraktik ideologi seperti inilah yang justru memicu pemaksaan kehendak atau kekerasan. Menghancurkan rasa atau sikap toleransif kepada “ yang lain “ (the other, yang brbeda) menciptakan kondisi disintegratif dalam tatanan fisik  ( distruktif ).
IDENTITAS  bangsa yang belum demokratis selama ini jelas merupakan hasil dari praktik monopolistik kekuasaan. Dalam hal ini, identitas tidak muncul dari bawah berdasarkan energi-energi lokal, atau dari kesadaran dan pengetahuan masyarakat sendiri.
Istilah “identitas” sekarang ini pun lalu terasa seperti sebuah “hantu metafisika”. Ia sebuah konsep yang demikian abstrak yang diterapkan secara repsesif mengatasi kekuatan logika dan karenanya menghasilkan sebuah kultur kekerasan. Dengan konsep identitas, selama ini suara masyarakat dalam berbagai  perbedaannya diredam, terutama oleh teror wacana SARA.
BAYANGAN  yang  paling menakutkan di era reformasi adalah menguatnya disintegrasi. Kerusakan berantai juli lalu di beberapa kota penting di Irian jaya bermuara tuntutan indonesia. Ramaiyah diskrusus referendum Timor Timur  pascapergantian kepada negara, Mei lalu, menjadi indikasi menguatnya keinginan meraka untuk menentukan nasib sendiri secar demokrasi. killing field of aceh baru baru ini menorehkan luka perseteruan disintegratif yang dalam. Mengapa tuntutan itu muncul, dan langkah ap yang perlu ditempuh untuk mempertahankan integrasi.
Disintegrasi secara harpiah diartikan sebagai perpecahan suatu bangsa menjadi bagian bagian yang terpisah (webster’S New Ency lopaedia Dictionary, 1996). Dan disintegrasi dapat mengarahkan bangsa ini pada apa yang disebut soekarno hampir setengah abad lalu sebagai nation in collaps.
Potensi disentegrasi bangsa indonesia, menurut data empiris, relatif tinggi. Salah satu indikasinya adalah masalah etnik dan lenguisti. Diperkirakan, di indonesia terdapat 250 suku bangsa dan bahasa. Dan seperti diungkapkan dalam Atlas Norodov Mira, presentase hemogenitas bengsa beribu nusa ini hanya24%. Hal ini menempatkan indonesia pada peringkat ke-119 dalam daftar negara-negara duniamengenai presentase hemogenitas (keragaman). Mengutip pendapat Thaviskusion (1991), keanekaragaman suku bangsa merupakan aspek paling kuat dalam mendorong disintegrasi.
            Indikasi lain potensi ini adalah usia bangsa yang relatif muda-kurang lebih setengah abad. Dalam diskursus sosiologis, konsep bangsa mendapat perhatian penting pada gejala nation state (Giddens, 1995). Jarry dan Jarry (1997) mengatakan bahwa negara bahwa-bangsa tak lain adalah bentuk modern dari negara. Ia mempunyai batas wilayah yang jelas. Dalam hal ini, batas negara dan masyarakat cendrung bersifat koekstensif. Maksudnya wilayah yang diklaim suatu negara bertalian erat dengan pembagian budaya, etnik, dan linguistik. Fenomena bangsa (nation) adalah relatif baru dalam peradapan manusia. Dari ratusan bangsa yang kini ada, hanya 45 bangsa yang mengklaim telah ada sebelum abad ke-20. Sekitar 120 bangsa telah mengklaim telah muncul kurang lebih 90 tahun silam. Dan 90 bangsa lainnya baru lahir pada 45 tahun terakhir. Diyakini secara luas, aspek usia bangsa ini mempunyai pengaruh pada tingkat integrasi suatu bangsa.
            Selama ini, integrasi bangsa Indonesia yang saling multibudaya dalam tataran praktis direkat secara ertifisial oleh faktor dominasi negara. Kepemimpinan dan pemerintahan yang kuat (strong leadership and strong state) Orde baru mengarah pada sentralisasi kekuasaan, dengan kemampuan mengontrol kawasan yang jauhdalam struktur subordinasi. Angkatan bersenjata, yang merupakan alat negara dalam rangka domoinasi legal, memang mampu meredam disintegrasi, tapi kental dengan warna koersif (pemaksaan). Negara pun dapat memberikan nuansa politik atas sejarah, dalam arti penggunaan faktor kesamaan nasib dijajah Belanda sebagai instrumen integrasi. Negara pun menaungi integrasi dengan prestasi ekonomi impresif. Tapi dari penglihatan asasi dalam teminologi Kertesian, kemajuan itu tidak selalu berkorelasi dengan kebahagiaan, demokrasi, dan keadilan sosial.
            Perekat integrasi yang bersifat state-induced itu kini kehilangan keampuhannya di era reformasi, yang bersemangat demokratisasi dan hak asasi manusia. Secara umum, demokrasi dipahami sebagai rule by the people, pilar demokrasi yang ideal meurut para pendiri bangsa adalah dasar negara dan konstitusi yang telah disepakati bersama. Namun, praktik bernegara dan berbangsa selama ini banyak menyimpang dari pilar tersebut, sehingga bangsa ini steril dan tanpa daya menghadapi tantangan transparent-world order. Dan penegakan demokrasi merupakan secara efektif untuk menciptakan integrasi, sekaligus menangkali disintegrasi.
            Lalu, bagaimanakah memupuk integrasi ini secara sosiologi bila dominasi negara tidak lagi bisa menjadi perekat? Pertama, perlu diupayakan adanya territorial integration dari kawasan Nusantara yang mahaluas ini. Maksudnya, kawasan dikondisikan lebih dekat satu sama lain secara sosial, dan tumbuh shared attachment to place. Proses ini bisa dilakukan dengan mengutamakan pembangunan di sektor perhubungan secara cepat tepat guna.
            Kedua, memupuk ikatan antara kelompok satu dan lainnya untuk mengurangi potensi konflik. Misalnya melalui perkawinan, hubungan politik, dan hubungan ekonomi. Maka perlu diciptakan wahana yang luas bagi aneka kelompok masyarakat untuk berinteraksi, demi mhengubah integrasi.[4]
PENUTUP

               Simpulan

1.      Dalam situasi perjuangan merebut kemerdekaan, dibutuhkan suatu konsep sebagai dasar pembenaran rasional dari tuntutan terhadap penentuan nasib sendiri yang dapat mengikat keikutsertaan semua orang atas nama sebuah bangsa
2.      Tumbuhnya paham nasionalisme atau paham kebangsaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi social politik decade pertama abad ke- 20.
3.      pluralitas bangsa disini adalah bahwa dalam suatu Negara memiliki bermacam suku, bahasa, agama dan budaya yang berbeda- beda. Sebagaimana yang dikatakan oleh Leo Suryadinata bahwa Indonesia adalah Negara yang multietnis  multiagama. Indonesia dikatakan sebagai bangsa yang plural, karena Indonesia memiliki berbagai macam suku, agama, bahasa dan budaya.
4.      Disintegrasi bisa dipandang sebagai dari rekat-rekat ideologi kesatuan, yang oleh rezim Orde Baru menafikan kebhinnekaan, menjadi “ asas tunggal “.


KELOMPOK II
Konsepsi Dasar Negara dan Teori Terbentuknya Negara Serta Hubungan Agama Dengan Negara

PENDAHULUAN

Keberadaan suatu institusi yang bernama Negara tidak dapat dielakan, hal ini karena kodrat manusia sebagai makhluk social membutuhkan perangkat yang menjadi ikatan kebersamaan dalam kontrak social manusia perangkat institusi yang bernama Negara diharaokan menjadi wadah agar manusia dapat menjalankan kehidupannya dengan baik, jauh dari sengketa atau konflik dan menjaga kedamaian social dengan alas an tersebut, maka Negara memiliki paktor penting dalam kehidupan manusia
Materi Negara dalam makalah membahas tentang konsepsi dasar tentang Negara, unsur-unsur Negara, teori terbentuknya Negara, bentuk-bentuk Negara, agama dan Negara, dan hubungan agama dan Negara Indonesia. Sehubungan dengan ini akan dijelaskan tentang konsep Negara yang diantaranya, yaitu :
1.      Pengertian Negara
2.      Tujuan Negara
3.      Unsur-unsur Negara
4.      Teori terbentuknya Negara
5.      Menganalisa bentuk-bentuk negara
6.      Hubungan Negara dengan agama
7.      Hubungan agama dan Negara di Indonesia

PEMBAHASAN
Konsep dasar tentang Negara
1.      Pengertian Negara
Secara literal istilah negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing yakni state (bahasa Inggris) stata (bahasa Belanda dan jerman) dan etat (bahasa Prancis). Kata state, stata, dan etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum. Yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Kata status atau statum lazim diartikan sebagai standing atau station (kedudukan). Istilah ini dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup manusia, yang juga sama dengan istilah status civitation atau status republicae. Dari pengertian yang terakhir inilah, kata status pada abad ke-16 dikaitkan dengan kata Negara.
Secara terminologi, Negara dikaitkan dengan organisasi tertinggi diantara satu  kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu. Hidup dalam daerah tertentudan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
Menurut Roger H.Soltau, Negara didefinisikan dengan alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur dan mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama masyarakat.
Menurut Harold J. Laski, Max Weber mendefinisikan Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.
Sedangkan menurut Robert M, Mac Iver, Negara diartikan dengan asosiasi yang menyelenggarakan penertipan didalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan system hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintahan yang bersifat memaksa.
Dalam konsepsi islam dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah tidak ditemukan tentang Negara secara eksplisit, hanya saja terdapat prinsip-prinsip dasar dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konsep islam tentang Negara berasal dati 3 paradigma, yaitu :
a.       Paradigm tentang teori khilafah yang dipraktekan sesudah Rasulullah SAW, terutama merujuk pada masa khulafa al Rasyidin.
b.      Paradigma yang bersumber pada teori Imamah dalam paham Islam Syi’ah.
c.       Paradigma yang bersumber dari teori imamah atau pemerintahan.

Dari beberapa pendapat tentang Negara dapat dipahami secara sederhana yang dimaksud dengan Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat yang berhak menuntut dari warganegaranya untuk taat pada peraturan perundang undangan melalui penguasaan (kontrol) monopolistik dari kekuasaan yang sah.

2.      Tujuan Negara
Tujuan sebuah Negara antara lain :
a.       Bertujuan untuk memperluas kekuasaan semata-mata
b.      Bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum
c.       Bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umum

Dalam konsep dan ajaran plato tujuan adanya Negara adalah untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan (individu) dan sebagai mahkluk social. Sedangkan menurut Roger H. Soltau tujuan Negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.
Dalam islam tujuan Negara  yang dikemukakan oleh ibnu Arabi menurutnya tujuan Negara adalah agar manusia bias menjalankan kehidupannya dengan baik, jauh dari sengketa dan menjaga intervensi pihak-pihak asing. Sedangkan dalam konsep dan ajaran Negara hukum tujuan Negara adalah menyelenggarakan ketertiban hukum, dengan berdasarkan dan berpedoman pada hukum.
(a)    Teori hokum alam, pemikiran pada masa plato dan aristoteles kondisi alam tumbuhnya manusia  berkembangnya Negara
(b)   Teori ketuhanan (islam dan kriesten) segala sesuatu adalah ciftaan tuhan (thomas hobbes) manusia menghadapi kondisi alam dan timbulah kekerasan. Manusia akan musnah bila ia tidak mengubah cara-caranya. Manusia pun bersatu untReori perjanjian[5]

3. Unsur-unsur Negara
                     Negara memiliki unsur-unsur yang diantaranya :
a)      Bersifat konstitutif, ini berarti bahwa dalam Negara tersebut terdapat wilayah yang meliputi udara, darat,perairan, rakyat dan pemerintahan yang berdaulat.
b)      Bersifat deklaratif, sifat ini ditunjukan oleh adanya tujuan Negara, undang-undang dasar, pengakuan dari Negara lain baik secara “de jure” maupun “de packo” dan masuknya negar dalam himpunan bangsa-bangsa, misalnya PPB.
Dalam rumusan konvensi Montevideo tahun 1993 disebutkan bahwa suatu Negara harus memiliki 3 unsur penting, yakni rakyat, wilayah dan pemerintah. [6]
A.    Rakyat (Masyarakat/warganegara)
Rakyat dalam kontek ini diartikan sebagai sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.Rakyat dalam suatu Negara merupakan personil dari Negara.
B.     Wilayah
Wilayah dalam sebuah Negara merupakan unsur yang harus ada, karena tidak mungkin ada Negara tanpa batas-batas territorial yang jelas. Secara mendasar wilayah dalam sebuah Negara biasanya mencakup beberapa wilayah yang diantaranya :
a)      Daratan (wilayah darat)
Perbatasan suatu wilayah biasanya direntukan bertdasarkan perjanjian.Perjanjian internasional yang dibuat antara dua Negara. Perbatasan antar dua Negara dapat berupa :
a.       Perbatasan alam; seperti sungai, danau, pegunungan atau lembah
b.      Perbatasan buatan; seperti pagar tembok, kawat, tiang tewmbok dsb
c.       Perbatasan menurut ilmu pasti, yakni dengan menggunakan ukuran garis lintang atau bujur pada peta bumi.
b)      Perairan (wilayah laut/perairan)
Perairan atau laut yang menjadi bagian atau termasuk wilayah suatu Negara disebut perairan atau laut teritorial dari Negara yang bersangkutan.Adapun batas wilayah pada umumnya 3 mil laut (5,555 km) yang dihitung dari pantai ketika air surut.Laut yang berada diluar perairan disebut lautan bebas, karena wilayah perairan tersebut tidak termasuk wilayah kekuasaan suatu Negara sehingga siapapun bebas memanfaatkannya.
c)      Udara (wilayah udara)
Udara yang berada diatas wilayah daratan dan wilayah laut territorial sebuah Negara merupakan bagian dari wilayah Negara.Mengenai batas ketinggian sebuah wilayah Negara tidak memiliki batas yang pasti, asalkan Negara yang bersangkutan dapat mempertahankannya.
C.     Pemerintahan
Pemerintahan adalah alat kelengkapan Negara yang bertugas memimpin organisasi Negara untuk mencapai  tujuan Negara. Oleh karenanya, pemerintahan seringkali menjadi personifikasi sebuah Negara.Pemerintah juga merupakan badan yang mengantur urusan sehari-hari, yang menjalankan kepentingan bersama.Pemerintahan melaksanakan tujuan-tujuan Negara, menjalankan fung-fungsi kesejahteraan bersama.
4.      Teori terbentuknya Negara
1)      Teori kontra social (social contract)
Teori kontra social atau teori perjanjian masyarakat beranggapan bahwa Negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat.Teori ini adalah salah satu teori yang terpenting mengenai asal-usul Negara.Disamping tertua teori ini juga relative bersifat universal, karena teori perjanjian masyarakat adalah teori yang termudah dicapai dan Negara tidak merupakan Negara tiranik.
2)      Teori ketuhanan
Teori ketuhanan ini dikenal juga dengan doktrin teokratis dalam teori asal-mula Negara.Teori ini pun bersifat universal dan ditemukan baik di dunia timur maupun di dunia barat, baik dalam teori maupun dalam praktek.Negara dibentuk oleh tuhan dan pemimpin-pemimpin Negara ditunjuk oleh tuhan.raja dan pemimpin-pemimpin Negara hanya bertanggung jawab pada tuhan dan tidak pada siapapun. Teori teokratis seperti ini memang sudah amat tua dan didasarkan atas dasar sabda Paulus yang terdapat dalam rum XIII ayat 1 dan 2
3)      Teori kekuatan
Teori kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwqa Negara yang pertama adalah hasil dominasi dari kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah.Negara terbentuk dengan penaklukan dan pendudukan.Dalam teori kekuatan, factor kekuatan lah yang dianggap sebagai faktor tunggal yang menimbulkan Negara.Negara dilahirkan karena pertarungan kekuatan dan yang keluar sebagai pemenang adalah pembentuk Negara itu.Dalam teori pula kekuatan pembuat hukum.Kekuatan adalah pembenarannya dan raison d’etre-nya Negara.
4)      Teori Organis
Konsepsi organis tentang hakikat dan asal mula Negara adalah suatu konsep biologis yang melukiskan Negara dengan istilah-istilah ilmu alam.Negara dianggap atau disamakan dengan mahluk hidup, manusia atau binatang.Individu yang merupakan komponen-komponen Negara dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup itu.Kehidupan korporal dari Negara dapat disamakan sebagai tulang belulang manusia, undang-undang sebagai urat saraf, raja (kaisar) sebagai kepala dan para individu sebagai daging mahkluk hidup itu.
5)      Teori Historis
Teori historis merupakan teori yang mengatakan bahwa lembaga-lembaga social tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan manusia.Sebagai lembaga sosial yang di peruntukkan guna memenuhi kebutuhan manusia, maka lembaga itu tidak luput dari pengaruh tempat, waktu, dan tuntutan zaman.
Teori historis diperkuat dan telah dibenarkan oleh penyelidikan historis dan ethonologis-antropologis dari lembaga-lembaga social bangsa-bangsa primitive dari benua Asia, Afrika, Australia, dan Amerika.
5.      Bentuk-bentuk Negara
Bentuk Negara dalam konsep dan teori modern saat ini terbagi dalam dua bentuk Negara, yakni Negara kesatuan (Unitarisme) dan Negara serikat (federasi)
(1)   Negara kesatuan
Negara kesatuan merupakan bentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu pemerintahan pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Dalam pelaksanaannya, Negara kesatuan terbagi kedalam 2 macam yaitu:
(a)    Negara kesatuan dengan system sentralisasi yakni system pemerintahan yang seluruh persoalan yang berkaitan dengan Negara langsung diatur dan di urus oleh pemerintah pusat, sementara daerah-daerah tinggal melaksanakannya.
(b)   Negara kesatuan dengan system desentralisasi, yakni kepala daerah sebagai pemerintah daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri atau dikenal dengan otonomi daerah atau swatantra.
(2)   Negara serikat (federasi)
Negara serikat merupakan bentuk Negara gabungan dari beberapa Negara bagian dari Negara serikat.Negar-negara bagian tersebut, pada awalnya merupakan Negara merdeka, berdaulat dan berdiri sendiri.
(a) Monarki, merupakan bentuk Negara yang dalam pemerintahannya hanya dikuasai dan diperintah oleh satu orang saja.
(b)Oligarki, Negara yang dipimpin oleh beberapa orang. Model Negara oligarki ini biasanya diperintah dari kelompok orang yang berasal dari kalangan feudal.
(c)    Demokrasi, merupakan bentuk Negara yang pimpinan tertinggi Negara terletak ditangan rakyat.
6.      Hubungan Negara dan Agama
Dalam memahami hubungan agama dan Negara ini, akan dijelaskan beberapa konsep hubungan agama dan Negara menurut beberapa aliran, antara lain paham teokrasi, paham sekuler dan paham komunis.
(1)   Hubungan agama dan Negara  menurut paham teokrasi
Dalam paham teokrasi hubungan agama dan Negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahklan.Negara menyatu dengan agama, karena pemerintah dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan Negara dilakukan atas titah Tuhan.Dengan demikian, urusan kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga diyakini sebagai manipestasi firman Tuhan.
(2)   Hubugan agama dan Negara menurut paham sekuler
Selain paham teokrasi, terdapat pula paham sekuler dalam praktek pemerintahan dalam kaitan hubungan agama dan Negara.Paham sekuler memisahkan dan membedakan antar agama dan Negara.dalam Negara sekuler tidak ada hubungan antara system kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, Negara adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia.Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hal ini,nenurut paham sekuler, tidak dapat dipisahkan. Norma hokum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman Tuhan, meskipun mungkin norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Sekalipun paham ini memisahkan antara agama dan Negara, akan tetapi pada lazimnya Negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama yang mereka yaskini.
(3)   Hubungan agama dan Negara menurut paham komunisme
Paham komunisme memandang hakikat hubungan Negara dan agama berdasarkan pada filosofi materialism-dialektis dan materialisme-historis paham ini menimbulkan paham atheis.Menurut Karl Marx memandang agama sebagai candu masyakarakat, manusia ditentukan oleh dirinya sendiri.Sementara agama, dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.[7]
(4)   Hubungan Negara dengan agama menurut pancasila
Menurut pancasila Negara adalah berdasarkan ketuhanan yang maha esa atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini termuat dalam penjelasan pembukaan UUD 1945 yaitu pokok pikiran keempatyang tercantum dalam pasal 29 ayat (1) bahwa Negara adalah berdasarkan berdasar atas ketuhanan yang maha esa. Konsekuensinya segala asfek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara harus dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari tuhan.Sedangkan dalam Pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasankepada seluruh warga Negara untuk memeluk agama sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-masing. Hubungan Negara dan agama menurut pancasila adalah sebagai berikut :
1.      Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa.
2.      Memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing
3.      Tidak ada tempat bagi atheism dan sekularisme karena pada hakikatnya manusia berkedudukan sebagai makhluk tuhan.
4.      Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama, dan antar pemeluk agama.
5.      Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu bukan hasil paksaan bagi siapapun.
6.      Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama.
7.      Segala asfek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan terutama norma hokum positif
8.      Negara pada hakikatnya adalah merupakan “…berkat rahmat Allah yang maha Esa.
(5)   Hubungan islam dan Negara di Indonesia
Hubungan islam dan Negara di Indonesia merupakan persoalan yang menarik untuk dibahas, karena tidak saja Indonesia merupakan Negara yang mayoritas warga negaranya beragama islam. Tetapi karena kompleks nya persoalan yang muncul. Mengkaji hubungan agama dan Negara di Indonesia, secara umum dapat digolongkan kedalam 2 bagian yakni, hubungan yang bersifat antagonistik dan hubungan yang bersifat akomodatif. Hubungan antagonistic merupakan sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antara Negaradengan islam sebagai sebuah agama. Sedsangkan paham akomodatif, lebih dipahami sebagai sifat hubungan dimana Negara dan agama satu sama lain saling mengisi bahkan ada kecendrungan memiliki kesamaan untuk mengurangi komplek (M.Imam Aziz et.al., 1993:105). Abdul Aziz Thaba menambahkan bahwa setelah hubungan antagonistic, yakni awal dan mulanya penurunan ”tensi”  ketegangan antar Negara dan agama.[8]

PENUTUP


Kesimpulan :

1.      Negara merupakan suatu organisasi dari sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang mendiami suatu wilayah tertentu dan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok atau bebedrapa kelompok manusia tersebut.
2.      Tujuan Negara diantaranya:
(a)    Untuk memperluas kekuasaan semata
(b)   Menyelenggarakan ketertiban hokum
(c)    Untuk mencapai kesejahteraan umum
3.      Unsur-unsur Negara diantaranya :
(a)    Rakyat  (b) Wilayah         (c) Pemerintahan
4.      Teori terbentuknya negara diantaranya :
(a)    Teori Kontrak Sosial        (b) Teori Ketuhanan
(c) Teori Kekuatan   (d) Teori Perjanjian
(b)   sTeori Organis (f) Teori Historis
5.      Bentuk bentuk Negara diantaranya :
(a)    Negara kesatuan  (b) Negara serikat (federasi)
6.      Hubungan Agama dan Negara diantaranya menurut paham
(a)    Teokrasi   (b) sekuler   (c) komunisme
7.      Hubungan islam dan Negara di Indonesia,secara umum dapat digolongkan menjadi (2) bagian yakni hubungan yang bersifat Antagonis dan hubungan yang bersifat Akomodatif

KELOMPOK III
Kewarganegaraan dan Problematika di Indonesia

PENDAHULUAN

Materi tentang kewarganegaraan akan mengantarkan kita pada pemahaman tentang warga negara yang mencakup konsep dasar warga negara, asas kewarganegaraan, unsur yang menentukan kewarganegaraan, problematika, status kewarganegaraan, karekteristik warga Negara yang demokrat, cara dan bukti memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan pembahasan tentang hak dan kewajiban warga negara. Setelah mempelajari materi ini, diharapkan kita dapat:
1.      Menjelaskan pengertian warga negara.
2.      Menganalisa problematika status kewarganegaraan.
3.      Menjelaskan cara mendapatkan kewarganegaraan Indonesia.

PEMBAHASAN

1.      Konsep Dasar Tentang Warga Negara
Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau kawula negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama.
Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26) dimaksudkan untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara.
Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/1958 yang dinyatakan bahwa warga Negara Republik Indonesia adalah orang-orang berdasarkan undang-undang dan atau perjanjian-perjanjian dan peraturan-peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.[9]
2.      Asas Kewarganegaraan
Seseorang yang diakui sebagai warga negara dalam suatu negara haruslah ditentukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati dalam negara tersebut. Ketentuan itu menjadi asas atau pedoman untuk menentukan status kewarganegaraan seseorang.
Dalam menerapkan asas kewarganegaraan ini, dikenal dengan 2 pedoman, yaitu asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas berdasarkan perkawinan. Dari sisi kelahiran, ada 2 asas kewarganegaraan yang sering dijumpai, yaitu ius soli (tempa kelahiran) dan ius sanguinis (keturunan). Sedangkan dari sisi perkawinan dikenal pula dengan asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.[10]
a.       Dari Sisi Kelahiran
Pada umumnya, penentuan kewarganegaraan berdasarkan pada sisi kelahiran seseorang (sebagaimana disebut diatas) dikenal dengan 2 asas kewarganegaraan, yaitu ius soli dan ius sanguinis. Kedua istilah tersebut berasal dari bahasa latin. Ius berarti hukum, dalil atau pedoman, soli berasal dari kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah dan sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah. Dengan demikian, ius soli berarti pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah kelahiran, sedangkan ius sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan darah atau keturunan.
Sebagai contoh, jika sebuah Negara menganut asas ius soli, maka seseorang yang dilahirkan dinegara tersebut, mendapatkan hak sebagai warganegara. Begitu pula dengan asas ius sanguinis. Jika sebuah negara menganut asas ius sanguinis, maka seseorang yang lahir dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara, Indonesia misalnya, maka anak tersebut berhak mendapatkan status kewarganegaraan orang tuanya, yakni warga negara Indonesia.
Pada awalnya asas warga negara berdasarkan kelahiran ini hanya satu, yakni ius soli saja. Hal ini berdasarkan pada anggapan bahwa karena seseorang lahir disuatu wilayah negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut. Akan tetapi dengan semakin tingginya tingkat mobalitas manusia, diperlukan suatu asas lain yang tidak hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja. Hal ini akan bermasalah jika kemudian orang tua tersebut melahirkan anak di tempat salah satu orang tuanya (misalnya, di tempat ibunya). Jika hanya menganut asas ius soli, maka si anak hanya akan mendapat status kewarganegaraan ibunya saja, sementara itu dia tidak berhak atas status kewarganegaraan bapaknya. Maka atas dasar itulah asas ius sanguinis dimunculkan, sehingga si anak dapat memiliki status kewarganegaraan bapaknya.
b.      Dari sisi perkawinan
Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran kewarganegaraan seseorang juga dapat dilihat dari sisi perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Asas kesatuan hukum berdasarkan pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat. Sedangkan dalam asas persamaan derajat ditentukan bahwa suatu perkawinan tidak menyababkan peruabahan status kewarganegaraan masing-masing pihak. Baik suami ataupun istri tetap berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi suami-istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri.[11]
3.      Unsur-unsur yang Menentukan Kewarganegaraan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar